Kamis,  25 April 2024

Tim Kuasa Hukum PDIP

Sebut Jadi Korban Pemerasan Oknum Berkuasa, Lah..Yang Lagi Berkuasa?

RN/CR
Sebut Jadi Korban Pemerasan Oknum Berkuasa, Lah..Yang Lagi Berkuasa?
Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto -Net

RADAR NONSTOP - Ada yang janggal dengan pernyataan Tim Hukum DPP PDIP. Partai besutan Megawati itu disebut menjadi korban pemerasan oknum berkuasa dan tidak bertanggungjawab. Kok bisa? partai yang sedang menjadi penguasa kan PDIP?

Hal ini dikatakan Tim Hukum DPP partai berlambang banteng gemuk moncong putih itu saat menanggapi kasus yang tengah diproses Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perkara dugaan suap Komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan dianggap tidak tepat sasaran apabila menyeret DPP PDI Perjuangan.

"Konstruksi hukum yang terjadi (dalam kasus itu) sebenarnya adalah perkara penipuan dan pemerasan yang diduga dilakukan oleh oknum tertentu," kata Koordinator Tim Pengacara DPP PDIP Teguh Samudra dalam konferensi pers di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Rabu (15/1/2020).

BERITA TERKAIT :
Tiga Kali Kalah Pilpres, Prabowo Lempar Cadaan Ke AMIN Senyumnya Berat
Penetapan Prabowo-Gibran Jadi Presiden Dan Wapres, Jalan Imam Bonjol Bakal Macet Parah

Teguh menjelaskan, DPP PDIP tidak meminta KPU untuk melakukan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR Fraksi PDIP (Alm)Nazarudin Kiemas kepada Harun Masiku. Namun, yang dilakukan oleh DPP PDIP adalah mengajukan penetapan calon terpilih setelah wafatnya caleg atas nama Nazaruddin Kiemas.

Dalam mengajukan permohonan penetapan itu, kata Teguh, partainya mengacu pada Putusan Mahkamah Agung RI yang menyebut permohonan penetapan bisa dilakukan oleh partai politik. "Persoalan sederhana sebagai bagian dari kedaulatan Parpol," katanya.

Teguh menceritakan kronologis bagaiamana PDIP meski memiliki kewenangan dalam menentukan anggota DPR, tetapi menempuh jalur hukum.

Awalnya, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan PDIP untuk menentukan pengganti (alm) Nazarudin Kiemas. Namun setelah putusan itu diberikan kepada KPU, lembaga penyelenggara pemilu menafsirkan lain sehingga menolak petunjuk MA itu.

Karena ditolak KPU, kata Teguh, partainya meminta MA untuk mengeluarkan fatwa memperjelas makna sebenarnyas secara hukum yuridis. Saat putusan itu keluar dan diteruskan ke KPU, lagi-lagi lembaga yang dipimpin Arief Budiman menolaknya.