Jumat,  29 March 2024

Heboh #Indonesiabutuhkerja Dibayar, Lebih Baik Duitnya Buat Korban PHK? 

NS/RN/NET
Heboh #Indonesiabutuhkerja Dibayar, Lebih Baik Duitnya Buat Korban PHK? 
Salah satu postingan yang viral di media sosial.

RADAR NONSTOP - Ada-ada saja. Disaat orang susah mencari kerja karena PHK, ternyata ada gerakan kampanye tagar #IndonesiaButuhKerja di sosial media. 

Diduga para pesohor itu kampanye untu tujuan mendukung Rancangan Undang-Undang (RUU) Ombibus Law Cipta Kerja, yang tengah dibahas DPR.

Namun muncul dugaan kalau ternyata kampanye mereka dibayar Rp5 juta – Rp 10 juta persatu unggahan. Ada beberapa pesohor yang sudah mengakui kalau mereka dibayar.

BERITA TERKAIT :
Tarik Ucapan Sebut Jokowi-Gibran Tak Bisa Kerja, Ahok Lagi Ngeri-Ngeri Sedap Nih... 
Janda Gaul Berburu Jodoh di Media Sosial, Awalnya Kirim Pesan Lalu Ketemu Deh

Seperti presenter Aditya Fadilla. Aditya mengaku dibayar Rp5 juta persatu kali unggah dan ditawarkan waktu itu oleh teman dekatnya. 

Aditya mengungkapkan hal tersebut lewat akun twitter @adit_insomnia. Ia menyadari salah dan janji akan mengembalikan uang tersebut.

"Saya sudah komunikasi sama teman yang menawarkan pekerjaan ini untuk mengembalikan duit yang saya terima," kata Aditya.

Begitu juga dengan Musisi Ardhito Pramono. Dia mengakui menerima bayaran untuk mengangkat #IndonesiaButuhKerja. Dikutip dari Tempo, Ardhito mengatakan dihubungi dan dibayar Rp 10 juta untuk setiap cuitan. Kala itu, dia tidak tahu menahu bahwa tagar #IndonesiaButuhKerja berkaitan dengan Omnibus Law yang ramai dikritik publik.

Ia sempat bertanya ke pihak yang menawarkan 'pekerjaan' itu soal tujuan kampanye ini. Yang bersangkutan memastikan tagar tersebut tidak ada kaitan dengan politik hanya untuk menenangkan masyarakat di tengah wabah Corona.

"Atas ketidaktahuan dan seakan seperti nirempati kepada mereka yang memperjuangkan penolakan terhadap RUU ini, saya mohon maaf," kata dia.

Pada 12 Agustus lalu, 21 artis dan selebritas membuat status yang berisi tagar #Indonesiabutuhkerja.

Sementara tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Abetnego Tarigan mengatakan pemerintah tidak pernah membayar influencer medsos untuk mengkampanyekan RUU Cipta Kerja. Ia menambahkan Istana tidak tahu menahu soal pengerahan pesohor itu.

LIMA POIN YANG MERUGIKAN 

Aksi penolakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja terus terjadi. Kelompok pendemo yang terdiri dari buruh, petani hingga mahasiswa menyerukan penolakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja. 

Para pendemo menilai Omnibus Law tidak mencerminkan keadilan bagi masyarakat Indonesia. Beberapa aturan yang disoroti oleh demonstran yang umumnya berasal dari kelompok buruh masih sama. 

Pemerintah sebenarnya sudah menyerahkan draf Omnibus Law Rancangan Undang-undang atau RUU Cipta Kerja kepada DPR pada Rabu (12/2/2020).

Namun, serikat buruh menemukan ada beberapa pasal di dalam undang-undang sapu jagat ini yang bakal merugikan kalangan pekerja.

Berikut beberapa aturan yang dianggap tak berpihak ke kalangan pekerja di RUU Cipta Kerja:

1. Upah Minimum Kota atau Kabupaten Terancam Hilang

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak aturan baru tentang skema pengupahan dalam RUU Cipta Kerja.

Dalam pasal 88C draft RUU tersebut berbunyi; Gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman. Ayat (2) dijelaskan lebih lanjut bahwa upah minimum sebagaimana disebut di atas merupakan upah minimum provinsi (UMP).

Dengan kata lain, aturan ini memungkinkan skema pengupahan dengan meniadakan upah minimum kabupaten/kota (UMK), upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK), dan menjadikan UMP sebagai satu-satunya acuan besaran nilai gaji.

"Kalau hanya UMP, maka buruh yang saat ini upahnya mengacu UMK akan dirugikan," ujar Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI, Kahar S. Cahyono.

Sebagai contoh, kata Kahar, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menetapkan UMP 2020 sebesar Rp 1,81 juta atau naik 8,51 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 1,6 juta. Angka itu jauh lebih rendah dibandingkan dengan UMK di sejumlah kabupaten/kota lain di Jawa Barat. Misalnya, UMK 2020 di Kabupaten Karawang Rp 4.594.324, di Kota Bekasi Rp 4.589.708, sementara di Kabupaten Bekasi sebesar Rp. 4.498.961.

2. Besaran Pesangon PHK Berkurang

Pemerintah memangkas besaran pesangon yang wajib dibayarkan pengusaha jika melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah mengatakan ada plus minus dalam perubahan aturan yang ada di draf Omnibus Law Cipta Kerja ini.

"Jumlah pesangon berkurang, tapi ada cash benefit yang diperoleh mereka yang di-PHK," kata Ida saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 12 Februari 2020.

Ida mengatakan perubahan ini dibuat lantaran aturan pesangon yang ada dalam aturan pesangon yang ada dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinilai kurang implementatif. Menurut dia, banyak pengusaha selama ini tak mampu membayarkan pesangon sesuai besaran yang telah diatur UU tersebut.

"Kami ingin bagaimana UU itu bisa implementatif. Kalau hitung-hitung prinsip pemberian pesangon, upah, itu kan (bagaimana) pengusahanya mampu, buruhnya cukup," ujar politikus Partai Kebangkitan Bangsa ini.

3. Hapus Cuti Haid Bagi Perempuan

Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja) mengubah sejumlah ketentuan cuti khusus atau izin yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.Di antara perubahan itu adalah menghapus cuti khusus atau izin tak masuk saat haid hari pertama bagi perempuan. Dalam UU Ketenagakerjaan, aturan tersebut tercantum dalam Pasal 93 huruf a.

Selain itu, RUU sapu jagat ini juga menghapus izin atau cuti khusus untuk keperluan menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, istri melahirkan/keguguran kandungan, hingga adanya anggota keluarga dalam satu rumah yang meninggal dunia (huruf b).

"Buruh perempuan semakin jauh mendapatkan hak kesehatan reproduksinya," ujar Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos saat dihubungi Tempo pada Jumat, 14 Februari 2020.

4. Nasib Outsourcing Semakin Tak Jelas

Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos menilai RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law membuat nasib pekerja alih daya atau outsourcing semakin tidak jelas. Aturan ini menghapus pasal 64 dan 65 UU Ketenagakerjaan yang sebelumnya mengatur tentang pekerja outsourcing.

"Penghapusan pasal tersebut menunjukan semakin lepasnya hubungan hukum dan perlindungan. Kepastian dan keamanan kerja semakin jauh dari harapan," kata Nining saat dihubungi Tempo pada Jumat, 14 Februari 2020.

Adapun Pasal 64 UU Ketenagakerjaan berbunyi; Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerja kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.

Selanjutnya, Pasal 65 mengatur; (1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.

Ayat (2) mengatur; pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebaga berikut: dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama; dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan; merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan tidak menghambat proses produksi secara langsung.

5. Pekerja Bisa Dikontrak Seumur Hidup

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyebut Omnibus Law Rancangan Undang-undang atau RUU Cipta Kerja bakal memberikan ruang bagi pengusaha mengontrak seorang pekerja atau buruh tanpa batas waktu.

RUU Cipta Kerja ini bakal menghapus ketentuan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal tersebut mengatur tentang aturan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Di antaranya berisi ketentuan PKWT hanya boleh dilakukan paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun.

Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI, Kahar S. Cahyono mengatakan, dengan dihapusnya ketentuan Pasal 59 ini, maka tidak ada lagi batasan seorang pekerja bisa dikontrak.

"Akibatnya, bisa saja seorang pekerja dikontrak seumur hidup," ujar Kahar lewat keterangan tertulis, Jumat (14/2/2020).

Terlepas dari poin-poin tersebut, sejumlah pihak menilai positif keberadaan Omnibus Law.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja yang dilakukan pemerintah dan DPR bisa menjadi terobosan dalam pemulihan ekonomi pasca krisis.

"Kondisi Covid-19 seperti saat ini berdampak pada tingginya angka pengangguran, kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi melambat. Dengan adanya RUU Cipta Kerja, kami harapkan nantinya UU ini bisa membantu kita dalam menarik investasi, juga bisa meningkatkan penyerapan tenaga kerja," katanya, Kamis (25/6/2020).

Menurut dia, Indonesia saat ini sedang bersaing dengan negara-negara lain dalam menarik investasi. Karenanya, lanjut Shinta, dunia usaha membutuhkan regulasi yang kompetitif, ramah bagi para investor, serta menyederhanakan perizinan usaha.