Kamis,  25 April 2024

Gabung Jakarta, Putra Daerah: Emangnya Bekasi Bangkrut?

YUDHI
Gabung Jakarta, Putra Daerah: Emangnya Bekasi Bangkrut?
Machrul Falak Hermansyah ST

RADAR NONSTOP - Wacana penggabungan Bekasi ke Jakarta dipertanyakan. Putra asli daerah pun rame - rame bertanya? Apakah kondisi Bekasi sekarang, saat dipimpin Rahmat Effendy sedang bangkrut? Sehingga harus bergabung dengan DKI.

Machrul Falak Hermansyah ST, selaku Anggota DPRD Kota Bekasi periode 2014-2019 elit politik asal Partai Golkar putra asli Bekasi kepada RADAR NONSTOP (RAKYAT MERDEKA GROUP) mengatakan banyak hal yang harus di kaji.

"Penggabungan sebuah Kota/Kab (Daerah Otonom) dalam PP 78/2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, pada Pasal 22 Ayat 1 (Daerah Otonom dapat dihapus apabila Derah yang bersangkutan dinyatakan tidak mampu Menyelenggarakan Otonomi Daerah). Apakah Kota Bekasi Bangkrut???," papar Machrul dengan tegas seraya bertanya, Jum'at (23/8/2019)

BERITA TERKAIT :
Pembatasan Mobil Pribadi Muncul Lagi, Ide Basi Hapus Kemacetan Jakarta
Alhamdulillah, Yang Tinggal Di Jakarta Bisa Umur Panjang, IPM Tembus 75 Tahun

Menurut Machrul, usulan penggabungan Daerah Otonom setelah ada kajian yang komprehensif, baik aspek administratif, teknik dan cakupan kewilayahan.

"Berdasarkan keputusan Kepala Daerah dan DPRD mengusulkan kepada Pemerintah Propinsi (Keputusan Gubernur + Keputusan DPRD) dan selanjutnya Rekomendasi dari Mendagri untuk di setujui Presiden. Apakah pak Ridwan Kamil atau pak Anis Baswedan beserta DPRD Propinsi mau menyetujui/ mengusulkan???," terangnya.

Dalam pengelolaan SMA/SMK, lanjut Machrul, pada UU 23/2014 adalah kewenangan Pemerintah Propinsi, bukan kemauan pribadi Gubernur.

"Jadi revisi dulu Undang-undangnya. Jika Pemerintah Kota Bekasi ingin menggratiskan SMA/SMK dengan tidak berbenturan dengan UU 23 /2014 adalah dengan memberikan Stimulasi Biaya Pendidikan kepada masing-masing Siswa/i SMA/SMK dengan mentransfer dana yang dibutuhkan untuk SPP,  lansung ke Rekening Siswa/i SMA/SMK tersebut. Nanti dari Siswa/i membayarkan ke sekolahnya masing-masing," paparnya.

Terkait Pajak Kendaraan Bermotor, kata Machrul, didalam UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah Kewenangan Pemerintah Propinsi, dan Pemerintah Kota/Kabupaten mendapat bagian sebesar 30% dari Pajak Kendaraan Bermotor tersebut.

"Jika ingin mendapatkan bantuan keuangan lebih besar lagi dari Pemprop Jabar, Kepala Daerah dapat mengusulkan anggaran Pembangunan sesuai dengan mekanisme peraturan Perundang-undangan yang ada," imbuhnya.

Jika Kota Bekasi bergabung dengan DKI, lanjut Machrul, maka dipastikan;

1. Kehilangan Potensinya sebagai Daerah Otonom (Hak, Wewenang, dan Kewajiban untuk menyelenggarakan Pemerintahan sendiri untuk mensejahterakan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan).

2. Tidak akan lagi ada DPRD dan Pemilihan Kepala Daerah, karena pasti akan ikut aturan UU DKI sebagai daerah Istimewa.

3. Aparatur Sipil Negara (ASN) yang sekarang eselon II dan mempunyai jabatan di Kota Bekasi sebagai kepala Dinas/Badan akan kehilangan jabatannya karena di Wilayah Kota Madya hanya ada Suku Dinas (Jabatan setara Eselon III), begitu pula selanjutnya berimbas para pejabat eselon III, IV kota Bekasi pasti akan sangat dirugikan. Kemudian tidak akan ada lagi TKK (Tenaga Kerja Kontrak) karena di DKI hanya ada PHL (Pekerja Harian Lepas).

4. Anggaran Belanja yang sangat besar yang bersumber dari APBN/APBD, untuk Perubahan Alamat Warga Kota Bekasi, Cetak 1-2 juta E-KTP, Kartu Keluarga, STNK, BPKB, Akte/Sertifikat Tanah, Rek. Listrik, dan lain - lain.

Biaya untuk Plang Nama kantor Pemerintahan, Sekolah, Rumah tinggal, Rumah Ibadah dll, Penggantian logo pada atribut ASN, Siswa/i.

5. Proses Politiknya juga sangat Panjang seperti yang saya paparkan sebelumnya, karena harus merevisi puluhan Perda di Pemprop DKI dan Jawa Barat. (Butuh anggaran untuk Pembentukan Pansus2 sebagai penguatan Keputusan DPRD ), setidaknya merevisi 2 UU, UU tentang Pembentukan Kotamadya Bekasi, UU Keistimewaan DKI, dll UU lain yang diperlukan, harus masuk ke Prolegnas Di DPR RI. Berapa biaya untuk Pembentukan UU ? Merevisi Permendagri tentang Batas Wilayah DKI, Kota Bekasi dan belum lagi Pergub dan Peraturan Perundang2an lainnya yang tentunya memerlukan anggaran.

6. Anggaran untuk Kajian Penghapusan/Penggabungan daerah otonom dan Survei Publik, dan lain-lain.

"Untuk menyatukan visi pembangunan wilayah Jabodetabekjur saya lebih setuju adanya Lembaga setingkat Menteri, agar Pembangunan lebih terkoordinasi dengan baik, efektif dan Efisien dalam mewujudkan kehidupan masyarakat yang maju, adil dan sejahtera. Jangan sampe anggaran negara/daerah dan energi masyarakat terkuras untuk Penggabungan/Penghapusan Daerah Otonom, lebih baik Fokus saja kepada RPJMD Kota Bekasi 2018-2023," imbuhnya.