Sabtu,  20 April 2024

PDIP Tak Terima Kasus Jiwasraya Dikaitkan Dengan Dana Pilpres 2019

RN/CR
PDIP Tak Terima Kasus Jiwasraya Dikaitkan Dengan Dana Pilpres 2019
-Net

RADAR NONSTOP - Politisi PDIP yang juga anggota Komisi VI, Deddy Sitorus tak terima kasus Jiwasraya dipolitisasi dan dikaitkan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 lalu.

Deddy menuduh, tuduhan yang beredar tersebut tidak berdasar dan ngawur. Dikatakannya, tuduhan tersebut hanya spekulasi dikarenakan Direktur Keuangan Jiwasraya, Harry Prasetyo pernah masuk lingkaran istana sebagai staf Kepresidenan.

Deddy meminta tudingan tersebut dipertanggungjawabkan dan membuka data atas tuduhan tersebut. Menurutnya, jika memang ada data yang sah, maka pihak yang dituduh harus siap diproses secara hukum.

BERITA TERKAIT :
Gaduh Fasos Fasum, DPRD DKI Sebut Pengembang Perumahan Jelambar CV Harapan Baru? 
Fasos Fasum Jakarta Senilai Triliunan Rupiah Gak Jelas, Pemprov Jangan Anggap Enteng BPK?

"Itu kesimpulan yang kekanak-kanakan, tidak ngerti, ngomong langsung lompat ke konklusi. Itu misleading dan harus dipertanggungjawabkan," kata Deddy di Jakarta, Minggu (29/121/2019).

Deddy mengatakan kasus Jiwasraya bukan permasalahan baru meski boroknya baru terurai akhir-akhir ini. Politikus DPR tersebut mengatakan bahwa sejak 2006 Jiwasraya sudah mengalami defisit sebesar Rp 3,2 triliun. 

Menurutnya kasus Jiwasraya berlarut disebabkan oleh ketidakjelian banyak pihak. Bencana Jiwasraya sejatinya sudah dimulai sejak 1998 dengan langkah korporasi yang salah. 

"Dari informasi yang saya dengar mereka (Jiwasraya) mencairkan deposito valas (valuta asing) ke Rupiah padahal kurs terjun bebas, remuk dia di situ," ujarnya.

Deddy meminta agar fokus publik dapat diarahkan secara objektif kepada lembaga pemerintahan seperti Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta Akuntan Publik. Dirinya mengaku heran manipulasi yang selama ini dilakukan tidak terdeteksi berbagai lembaga tersebut.

"Kita baru alarm saat mengalami defisit, likuiditas 3,6 triliun. Baru muncul ke publik Desember 2006, itu kemudian mereka mengalami masalah lagi tahun 2008 jadi ini persoalan panjang sekali," jelasnya.

Sejak saat itu, kata Deddy, Jiwasraya telah melakukan manipulasi laporan keuangan atau windowdressing. Hal ini dilakukan agar status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dapat diterbitkan oleh Akuntan Publik. Borok baru diketahui sejak direksi Jiwasraya meminta Pricewaterhouse Coopers (PWC) melakukan audit tahun ini.

Pansus Jiwasraya

Anggota DPR Komisi XI Didi Irawadi menyatakan parlemen saat ini tengah berembuk untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) Jiwasraya. Pembahasan akan dilakukan setelah reses pada 6 Januari mendatang.

Pansus ini dibentuk sebagai proses pertanggungjawaban politik pemerintah kepada rakyatnya. Pasalnya kasus Jiwasraya ini menelan uang rakyat sebesar Rp 13,7 triliun.

Menurut Didi hadirnya Pansus ialah untuk mengawal penegakan hukum kasus tersebut. Dia menginginkan kasus Jiwasraya dibongkar di hadapan seluruh pihak untuk menghindari spekulasi.

"Kita mendukung Pansus karena kita ingin buka-bukaan. Kasihan juga kalau pemerintah sekarang dikaitkan dengan kasus Jiwasraya. Tidak boleh ada fitnah," paparnya, Minggu (29/12/2019).

Kasus Jiwasraya yang telah berlarut menjadikan penuntasan kasus ini membutuhkan sinergi dari beberapa pihak. Didi dalam paparannya mengatakan selain Pansus, kolaborasi kerja antara Kejaksaan Agung, Polri dan KPK akan dibutuhkan.

Anggota fraksi partai Demokrat itu menyatakan tidak ingin ada pihak yang saling menyalahkan sebab kerugian yang dialami Jiwasraya sudah terjadi sejak tahun 2006. 

Senada, Deddy anggota fraksi partai PDIP mengungkapkan bahwa puncak kasus Jiwasraya ini disebabkan oleh produk JS Saving Plan yang dimulai sejak 2013 dan jatuh tempo pada 2018.

"JS Saving Plan diluncurkan, tiap tahun boleh dapat keuntungan, 2018 jatuh tempo paling besar, ibarat bisul pecahnya 2018. Ini Pansus agar segera dibentuk, tidak boleh ada dugaan yang tidak baik karena kalau saling menyalahkan, 2018 itu puncaknya," pungkasnya.

#Jiwasraya   #PDIP   #DPR