Kamis,  16 May 2024

Persidangan Bos Hotel Kute Paradiso, Pakar Hukum Sebut Kasusnya Perdata Bukan Pidana

NS/RN
Persidangan Bos Hotel Kute Paradiso, Pakar Hukum Sebut Kasusnya Perdata Bukan Pidana
Istimewa

RADAR NONSTOP- Perkara sidang lanjutan dugaan pemberian keterangan palsu dalam akta otentik gadai saham dan penggelapan dengan terdakwa Harijanto Karjadi, memasuki sidang lanjutan dengan mendengarkan keterangan saksi ahli.

Sidang yang digelar pada Rabu (8/1/2020) lalu, pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, Muzakir dihadirkan sebagai saksi ahli di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali.

Ketua majelis hakim H. Sobandi sempat mengingatkan tim penasihat hukum dan jaksa penuntut umum untuk tidak membahas masalah tindak pidana pencucian uang (TPPU), karena dakwaan saja tidak memuat soal TPPU.

BERITA TERKAIT :
PPP Jadi Parpol Gurem Makin Nyata, Alibi Migrasi Suara Saat Sidang MK Gak Terbukti 
Melalui Gebyar Posyandu, Kelurahan Penjaringan Ajak Orang Tua Balita Cegah Stunting

Dalam keterangannya di sidang Muzakir menegaskan, soal pengalihan saham suatu perseroan adalah ranah perdata. 

Sehingga, kata Muzakir, kalau ada pihak yang merasa dirugikan dengan peristiwa tersebut mestinya melakukan gugatan perdata.

"Pengalihan saham suatu perseroan terbatas adalah perkara perdata, tidak bisa dipidanakan,”terang Muzakir saat dihadirkan sebagai saksi ahli di Pengadilan Negeri Denpasar.

Sidang lanjutan tersebut sebagai tindak lanjut laporan pengacara dari pengusaha Tomy Winata, pada tahun 2018 lalu. 

Dalam persoalan itu, Tomy Winata dirugikan US$ 20 juta adanya keterangan palsu oleh Harijanto Karjadi, selaku pemilik dan Direktur PT Geria Wijaya Prestige (Hotel Kuta Pradiso) Denpasar, Bali.

Dengan begitu, menurut Muzakir, apabila dalam akta otentik pengalihan saham yang berstatus digadaikan sebagai jaminan utang itu ada pihak yang merasa dirugikan, maka yang bersangkutan harus menempuh jalur perdata.

“Sementara kalau ada kesalahan dalam akta otentik, bisa direnvoi atau diperbaiki karena bersifat administratif,” sebut Muzakir.

Dalam perkara itu, pihak ketiga yang menerima pengalihan piutang, sebut Muzakir, tidak bisa mengklaim suatu kerugian terkait kepemilikan piutangnya tersebut, atas suatu peristiwa yang terjadi sebelum dia membeli atau menerima pengalihan piutang itu.