Selasa,  16 April 2024

Kejahatan KDRT

Main “Anal” Lewat Belakang Divonis 1,5 Tahun, Praktisi Hukum : Terlalu Ringan

Doni
Main “Anal” Lewat Belakang Divonis 1,5 Tahun, Praktisi Hukum : Terlalu Ringan
Ilustrasi

RADAR NONSTOP- Praktisi hukum LBH Keadilan, Abdul Hamim Jauzie memandang vonis 1, 5 tahun yang diberikan majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang terhadap Nanda Rodiana, terlalu ringan.

Menurut keterangan tertulisnya, Abdul Hamim mengatakan, ASN yang bertugas di KPU Tangerang Selatan, itu telah divonis 1 tahun 5 bulan dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kepada istrinya berinisial SV akibat melakukan anal seks melalui belakang.

"Vonis tersebut dijatuhkan lantaran Nanda kerap memaksa SV melakukan anal sex atau hubungan seksual melalui belakang.  Dari sejumlah media, menurut SV kebiasaan Nanda itu dilakukan sejak awal pernikahan karena seringnya menonton film porno," terang Abdul Hamim, Senin (13/1/2020).

BERITA TERKAIT :
Dua Tahun Mandek, Pelaku Kasus Persetubuhan Di Bekasi Cuma Divonis 4 Tahun
Terbukti Korupsi Selewengkan Dana PT Waskita Beton Precast, Wanita Emas ‘Hasnaeni’ Divonis 5 Tahun Bui

Abdul menjelaskan, penjara 1 tahun 5 bulan tergolong ringan mengingat kekerasan yang SV alami sudah berulang kali dan acaman pidana menurut Pasal 46  UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga cukup tinggi, yakni maksimal 12 tahun penjara. 

"Penuntut umum andil besar dalam vonis ringan yang diterima Nanda itu. Kami mempertanyakan kenapa saat tuntutan hanya menuntut Nanda 3 tahun pidana penjara? Padahal penuntut umum bisa menuntut Nanda dengan pidana maksimal 12 tahun," katanya.

Dengan begitu, pihaknya menegaskan bahwa LBH Keadilan pernah menerima pengaduan seperti yang dialami korban. Dalam kasus itu, kata dia, korban kerap meninggalkan trauma yang tidak sebentar.

Kendati demikian, LBH Keadilan  meminta vonis ringan atas kejahatan yang dilakukan terdakwa (Nanda, red), hendaknya dijadikan pelajaran bagi penuntut umum dalam menangani perkara kekerasan dalam rumah tangga.

"Penuntut umum hendaknya menuntut terdakwa dengan tuntutan maksimal sesuai ancaman dalam undang-undang," urainya.