Jumat,  19 April 2024

Dalam Sidang Bos Hotel Kuta Paradise, Penasehat Hukum Minta Hakim Tolak Seluruh Dakwaan

NS/RN
Dalam Sidang Bos Hotel Kuta Paradise, Penasehat Hukum Minta Hakim Tolak Seluruh Dakwaan
Net

RADAR NONSTOP- Penasihat hukum Harijanto Karjadi, meminta majelis hakim untuk menolak seluruh dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang lanjutan melawan Tomy Winata, di Pengadilan Negeri Denpasar.

Selain meminta untuk menolak dakwaan, penasehat hukum bos Hotel Kuta Paradiso itu, juga meminta membebaskan dan merehabilitasi nama baik terdakwa Harijanto Karjadi, selaku pemilik dan Direktur Utama PT Geria Wijaya Prestige (Hotel Kuta Paradiso).

Sebab, dalam rilis media yang diterima Radarnonstop.co (Rakyat Merdeka Group) menyampaikan, permohonan itu karena fakta-fakta persidangan memperlihatkan semua dakwaan tidak terbukti.

BERITA TERKAIT :
Habib Rizieq Shihab Juga Ajukan Amicu Curiae, Sidang MK Makin Seru Nih... 
Arus Balik, Pemudik: Saatnya Cari Duit Lagi Ke Jakarta 

Petrus Bala Pattyona, selaku tim penasehat hukum Harijanto Karjadi menganggap baik dakwaan kesatu dengan menempatkan keterangan palsu dalam akta otentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 ayat (1).

Atau dakwaan kedua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 ayat (2), atau dakwaan ketiga tentang penggelapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 372 KUHP tidak terbukti.

"Uraian yuridis dan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan terbukti tidak ada satupun saksi yang dapat memastikan, atau menerangkan perbuatan terdakwa Harijanto Karjadi memberikan keterangan palsu dalam akta otentik atau tindak pidana penggelapan," terang Petrus Bala Pattyona.

Dengan begitu, Petrus meyakinkan bahwa semua saksi yang memberikan keterangan tidak pernah menyaksikan, mengalami, melihat atau mendengar perbuatan terdakwa Harijanto Karjadi.

Petrus menegaskan, didalam persidangan semua saksi yang memberikan keterangan dalam BAP adalah saksi-saksi yang diarahkan oleh penyidik untuk memberikan pendapat berdasarkan bahan-bahan berupa surat yang disodorkan penyidik untuk dipelajari dan memberikan keterangan.

"Telah terbukti dalam akta notaris I Gusti Ayu Nilawati dalam Akta Nomor 10 tanggal 14 November 2011 tidak ditemukan peran atau keadaan yang membuktikan bahwa terdakwa sebagai pelaku atau menyuruh melakukan atau turut serta sebagai pelaku tindak pidana," terangnya dalam keterangan tertulisnya.

Dalam keterangan tertulis itu pun menjelaskan, bahwa RUPS Perubahan Susunan Pengurus dan Pengalihan Saham dalam PT GWP telah memperoleh persetujuan dari Fireworks Ventures Limited selaku kreditur yang telah membeli hak tagih yang dijual BPPN melalui PPAK VI setelah sebelumnya oleh GWP diajukan Surat Permohonan Persetujuan. 

Dengan demikian pengalihan saham dalam PT GWP tersebut telah memenuhi ketentuan dalam Akta Perjanjian Pemberian Kredit No. 8, tanggal 28 November 1995.

Tim penasihat hukum Harijanto juga menegaskan bahwa terbukti pelapor (Tomy Winata) bukan pihak yang berkepentingan melaporkan tindak pidana menempatkan keterangan palsu yang dibuat dalam Akta Notaris I Gusti Ayu Nilawati Nomor 10 tanggal 14 November 2011.

Pasalnya, kata Petrus, karena Tomy Winata baru memiliki Hak Tagih berdasarkan Cessie tanggal 12 Februari 2018 dari Bank China Construction Bank Indonesia (CCBI).

"Apalagi, papar pembelaan itu terbukti legalitas Tomy Winata sebagai pihak yang berkepentingan dan memiliki hak tagih telah ditolak oleh majelis hakim PN Jakarta Pusat sesuai putusan perkara Nomor 223/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst tanggal 18 Juli 2019," urainya.

Terhadap putusan tersebut, sambung Petrus, telah dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sdalam Putusan Nomor: 702/PDT/2019/PT.DKI tanggal 26 Desember 2019.

Disisi lain, tim penasihat hukum menilai proses penyidikan hingga penuntutan terhadap Harijanto Karjadi penuh rekayasa karena tidak didasari bukti permulaan yang cukup.

Sebab, dikarenakan laporan Desrizal yang bertindak atas nama Tomy Winata, tidak didukung bukti-bukti. Apalagi bukti berupa Akta Notaris I Gusti Ayu Nilawati Nomor 10 tanggal 14 November 2011 dalam kenyataannya ada beberapa versi, yaitu yang ada pada penyidik, JPUdan majelis hakim berbeda dengan yang ada pada Kementerian Hukum dan HAM.

Tim penasihat hukum juga menilai bahwa Harijanto Karjadi ditangkap di Kuala Lumpur, Malaysia, tanpa prosedur hukum baik menurut hukum Indonesia atau hukum di Negara Malaysia.

Sehingga, kata Petrus, hal itu muncul polemik di Parlemen Malaysia atas pelanggaran Kedaulatan Negara Malaysia yang dilakukan Kepolisian Polda Bali.

"Terdakwa menjalani masa penahanan yang menyimpang dari pasal-pasal penahanan sebagaimana diatur dalam Pasal 24 sampai dengan Pasal 27 KUHAP tentang Penahanan dengan mengenakan pasal-pasal dari tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang diancam dengan pidana 9 tahun agar sesuai dengan Pasal 29 KUHAP. Sehingga terdakwa dapat ditahan selama 120 hari, padahal Pasal TPPU tidak didakwakan kepada terdakwa," katanya.

#Bali   #Sidang   #Dakwaan   #