Jumat,  29 March 2024

Bisnis Travel, Hotel Dan Maskapai Yang Merana Diterpa Corona

Redaksi
Bisnis Travel, Hotel Dan Maskapai Yang Merana Diterpa Corona
Ilustrasi

RADAR NONSTOP - Corona di Indonesia menggunjang ekonomi. Dolar yang terus naik hingga Rp 16 ribu dan himbauan agar tidak datang di tempat keramaian membuat bisnis pariwisata terguncang. 

Uang yang hilang dari bisnis pariwisata global diperkirakan mencapai USD 820 miliar atau sekitar Rp 12.486 triliun. Perusahaan travel, hotel dan maskapai penerbangan yang pertama kena dampak. 

Sementara untuk dampak virus Corona ke wisata Indonesia, kerugian ditaksir mencapai USD 1,5 miliar atau sekitar Rp 21,8 triliun. 

BERITA TERKAIT :
DPRD DKI: Generasi Z Berkontribusi Besar Kendalikan Inflasi
Luna Maya Ngamuk, Marahi Karyawan Sambil Gebrak Meja 

Data kerugian itu diungkap Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Hariyadi Sukamdani saat jumpa pers di Jakarta pada, Kamis (12/3) 

Badan Intelijen Negara (BIN) memprediksi masa puncak penyebaran virus corona jenis baru atau Covid-19 diperkirakan akan jatuh pada bulan Mei. Namun, penyebaran di masa puncak itu tetap bisa diminimalisasi dengan upaya maksimal dari pemerintah dan semua pihak.

Deputi V BIN, Mayor Jenderal TNI Afini Boer, Jumat (13/3/2020), mengatakan perkiraan rentang waktu wabah Covid-19 di Indonesia akan berlangsung selama 60-80 hari. Terhitung mulai kasus infeksi pertama diumumkan pada 2 Maret lalu.

Jika Corona terus meluas tentunya bisa merusak tatanan ekonomi yang sudah disusun Kabinet Kerja. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan dampak wabah virus Corona atau Covid 19 semakin terasa terhadap perekonomian global dan Indonesia. 

Karena itu, dia mengatakan pertumbuhan ekonomi diproyeksikan akan mengalami penurunan.

"Memang nampaknya pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini akan lebih rendah dari tiga persen. Mungkin 2,7 hingga 2,8 persen," kata Perry di Hotel Pullman, Jakarta, Rabu, 11 Maret.

Pertumbuhan itu turun dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 3 persen pada 2020. Dia melihat hal itu terjadi karena ada gangguan global supply chain dan perlambatan pertumbuhan di negara-negara maju termasuk Amerika Serikat dan beberapa negara.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi skenario terburuk pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah penyebaran virus corona bisa di level 2,5-0%.

Hal itu diungkapkannya usai hasil rapat terbatas (ratas) mengenai kebijakan moneter dan fiskal menghadapi dampak ekonomi pandemi global covid-19 melalui video conference dikutip dari akun Sekretariat Negara, Jumat (20/3/2020).

"Di Kemenkeu buat beberapa seknario, katakan jika skenario durasi covid berapa lama, berapa bulan, dan kemungkinan terjadi pergerakan yang dipersempit dan jika terjadi lockdown," kata Sri Mulyani.

Skenario yang dibuat Kementerian Keuangan juga memasukkan aspek seperti perdagangan internasional, penurunan harga minta mentah dunia, penerbangan, okupansi kamar hotel, ketersediaan bahan pokok dan kesehatan, hingga terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK), serta terjadi lokcdown.

Menurut dia kalau semua aspek terjadi, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di level 2,5% bahkan di level 0%.

Skenario perdagangan internasional dengan RRT dan negara lain, dan penerbangan dan hotel dan konsumsi RT dan terutama konsumsi bahan pokok dan kesehatan . Kemungkinan terjadi disrupsi tenaga kerja dan pengurangan tenaga kerja.

"Jika masalah jauh lebih berat dan durasi COVID lebih dari 3-6 bulan dan terjadi lockdown dan perdagangan internasional drop di bawah 30%, sampai dengan tadi beberapa penerbangan drop 75% hingga 100%, maka skenario bisa menjadi lebih dalam pertumbuhan ekonomi bisa 2,5-0%," jelasnya.

Meski demikian, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengaku belum bisa menyampaikan secara pasti skenario yang pas untuk mengatasi kondisi virus corona saat ini seperti apa.

Menurut dia, pemerintah masih tetap akan menjaga pertumbuhan ekonomi di atas 4% melalui stimulus yang sudah diterbitkan, baik dari fiskal, moneter, maupun sektor keuangan.

"Kami nggak berharap itu terjadi makanya safety nett dan mendukung sektor usaha berjalan harus dilakukan. Ini fokus yang kami lakukan dengan Menko, BI, OJK untuk bisa bantu maksimal ke mereka," ungkapnya.

Tulisan opini ini dikutip dari berbagai sumber.