Selasa,  23 April 2024

Penangkapan Nurhadi, IPW : Keberadaan DPO Dilacak KPK Dengan Serius

BCR/RN/Doni
Penangkapan Nurhadi, IPW : Keberadaan DPO Dilacak KPK Dengan Serius
Ilustrasi

RADAR NONSTOP- Penangkapan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin 1 Juni 2020 lalu, di Simprug, Jakarta Selatan, mendapat apreasiasi dari berbagai pihak.

Indonesia Police Watch (IPW), dalam rilis media yang diterima Radarnonstop.co (Rakyat Merdeka Group) menilai penangkapan buronan KPK itu dianggap sebagai bentuk kinerja yang profesional.

Ketua Presidium IPW, Neta S Pane melalui rilisnya mengatakan, dalam penangkapan Nurhadi, kata Neta, mantan komisioner KPK Bambang Widjojanto jangan bersikap post power syndrome.

BERITA TERKAIT :
Bupati Sidoarjo Pakai Jurus Sakit, KPK Gak Percaya Alasan Gus Muhdlor?
Korupsi Covid-19 Di Kemenkes, KPK Jangan Ragu Borgol Para Pemain APD?

Pasalnya, sikap tersebut dinilai mengadu domba internal KPK serta mengadu domba antara KPK dan Polri dengan pernyataan ngawurnya soal peran Novel Baswedan dalam penangkapan buronan Nurhadi.

"Bambang Widjojanto mencoba membuat intrik dan politik belah bambu, dengan memuji-muji Novel Baswedan dalam penangkapan mantan Sekretaris MA Nurhadi tersebut. Seolah penangkapan itu hasil kerja Novel pribadi," terang Neta S Pane seperti rilis yang diterima Radarnonstop.co (Rakyat Merdeka Group), Rabu (3/5/2020).

Padahal, lanjut Neta, IPW melihat sejak Nurhadi buron, KPK sudah meminta bantuan Polri untuk sama-sama memburu mantan Sekretaris MA tersebut. 

Di pertengahan Februari 2019, sebut Neta, Nurhadi terlacak keberadaannya sedang melakukan sholat duha di sebuah mesjid di Jakarta. Namun yang bersangkutan (Nurhadi, red) berhasil kabur saat hendak ditangkap. 

"Sedikitnya lima kali Nurhadi terpantau di lima mesjid tapi tetap lolos dari penangkapan. Berbagai info tentang Nurhadi disampaikan masyarakat ke KPK. Dari pantauan IPW, setiap informasi tentang keberadaan DPO dilacak KPK dengan serius," kata Neta S Pane.

Penangkapan itu pun, menurut Neta, dari hasil sebuah informasi yang terus diikuti KPK dengan cermat. Hingga Senin malam lalu, Nurhadi berhasil ditangkap di Simprug, Jakarta Selatan.

"Bagi KPK pimpinan Komjen Firli semua info yang masuk selalu diposisikan sebagai sesuatu hal yang penting, sehigga dibahas bersama tim,"urainya.

Dengan begitu, dalam penangkapan buronan tersebut, tegas Neta, tidak ada individu yang dominan, apalagi merasa sok hebat sendiri. 

Seperti keberadaan Nurhadi kemarin, kata dia lagi, bahwa KPK sudah mendapat info sejak Senin siang hari dan terdeteksi masuk ke rumah yang disewanya di Simprug, Jakarta Selatan. 

Lantas, pada sore hari dan malamnya dilakukan penggeledahan dengan melibatkan semua unit kerja di KPK termasuk melibatkan satu regu anggota Polri berseragam lengkap dengan senjata laras panjang. 

"Anggota Polri ikut mengawal jalannya penangkapan Nurhadi untuk mengantisipasi situasi. Sebab ada isu yang beredar bahwa selama ini Nurhadi berlindung pada seorang oknum,"ungkap Neta.

IPW menilai, dalam penangkapan Nurhadi malam itu di Simprug, tim KPK dan Polri bekerja profesional dengan menjunjung tinggi kepastian hukum dan menghormati HAM.

IPW berharap sinergi tim KPK dan Polri ini bisa semakin mantap dan solid kedepan agar oknum-oknum yang melindungi DPO menjadi ciut nyali. 

"Tidak seperti KPK di era sebelumnya yang cenderung mengabaikan keberadaan Polri dan merasa sok hebat sendiri. Sebab itu menjadi sangat aneh, jika mantan pimpinan KPK Bambang Widjajanto tiba-tiba memuji-muji Novel Baswedan setinggi langit dalam penangkapan Nurhadi,"katanya.

Dalam rilisnya, Neta menyebut Bambang Widjajanto seolah-olah mimpi di siang bolong dengan post power syndromenya dan mencoba menciptakan pahlawan kesiangan.  Seolah-olah penangkapan itu hasil kerja pribadinya Novel sendiri. 

"IPW memberi apresiasi atas solidnya kinerja Tim KPK dan Polri dalam penangkapan buronan Nurhadi. Dengan solidnya Tim KPK tidak ada lagi pahlawan kesiangan, tidak ada lagi figur yang merasa sok hebat sendiri dan tidak ada lagi perpecahan di tubuh KPK serta tidak ada lagi Polisi Taliban dan Polisi India di lembaga anti rasuah tersebut,"urainya.

IPW berharap, Bambang Widjajanto yang sudah "di luar pagar" jangan lagi post power syndrome untuk menguasai dan merecoki KPK. Menurut IPW, lebih baik Bambang Widjojanto bekerja profesional dalam mengurusi jabatannya sebagai Ketua Komite Pencegahan Korupsi di Pemprov DKI Jakarta.

Misalnya memantau dugaan korupsi di balik dana bansos atau banyaknya masalah di balik penyaluran Bansos di Jakarta, ketimbang post power syndrome terhadap KPK. Sebab, kata Neta, Bambang sudah digaji besar oleh Pemprov DKI Jakarta.

#KPK   #IPW   #Tangkap