Kamis,  25 April 2024

MUI, NU dan Muhammadiyah Bersatu, RUU HIP Mandek  

NS/RN/NET
MUI, NU dan Muhammadiyah Bersatu, RUU HIP Mandek  
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj

RADAR NONSTOP - Keresahan masyarakat soal RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) bisa terhenti. Sebab, Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bersatu. 

Berdasarkan pokok-pokok pikiran dan penilaian atas Naskah Akademik, rumusan draft RUU HIP dan Catatan Rapat Badan Legislasi DPR RI Dalam Pengambilan Keputusan atas Penyusunan RUU HIP tanggal 22 April 2020, serta dengan mencermati dinamika yang terjadi dalam masyarakat, PBNU menyampaikan sikap dan pandangan sebagai berikut:

1. Pancasila sebagai kesepakatan final tidak membutuhkan penafsiran lebih luas atau lebih sempit dari penjabaran yang sudah dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945 beserta situasi batin yang menyertai rumusan finalnya pada 18 Agustus 1945.

BERITA TERKAIT :
Ladeni Tim Ginseng, Skuad Garuda Muda Hapus Rekor Jelek
Pemuda Pancasila Bukan Ormas Kaleng-Kaleng, 62 Kadernya Jadi Anggota DPR Dan DPD RI 

2. RUU HIP dapat menguak kembali konflik ideologi yang bisa mengarah kepada krisis politik. Anyaman kebangsaan yang sudah dengan susah payah dirajut oleh founding fathers bisa koyak kembali dengan rumusan-rumusan pasal RUU HIP yang polemis.

3. Tidak ada urgensi dan kebutuhan sama sekali untuk memperluas tafsir Pancasila dalam undang-undang khusus. Pancasila sebagai Philosophische Grondslag dan Staatsfundamentalnorm merupakan pedoman yang mendasari platform pembangunan nasional. Jika dirasakan ada masalah mendasar terkait pembangunan nasional di bidang demokrasi politik Pancasila, maka jalan keluarnya adalah reformasi paket undang-undang bidang politik (legislative review).

Begitu pula jika ada masalah terkait dengan haluan pembangunan ekonomi nasional, yang dirasakan menyimpang dari jiwa demokrasi ekonomi Pancasila, maka yang perlu dipersiapkan adalah RUU Sistem Perekonomian Nasional sebagai undang-undang payung (umbrella act) yang secara jelas dimandatkan oleh Pasal 33 ayat (5) UUD 1945.

4. Di tengah situasi bangsa yang sedang menghadapi krisis kesehatan dan keterpurukan ekonomi akibat pandemi Covid-19, Indonesia tidak perlu menambah beban sosial dengan memercikkan riak-riak politik yang dapat menimbulkan krisis politik, memecah belah keutuhan bangsa, dan mengoyak persatuan nasional.

5. Sebaiknya proses legislasi RUU HIP dihentikan dan seluruh komponen bangsa memusatkan energinya untuk keluar dari pandemi dan berjuang memulihkan perekonomian nasional.

Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj mengatakan, pertemuan dengan Wakil Presiden Ma'ruf Amin didampingi Menkopolhukum Mahfud MD sepakat soal penundaan pembahasan RUU HIP dan fokus menanggulangi Covid-19.

Selain itu, PBNU menilai Pancasila sebagai titik temu atau kalimatun sawa yang disepakati sebagai dasar negara adalah hasil dari satu kesatuan proses yang dimulai sejak Pidato Soekarno pada 1 Juni 1945, rumusan Piagam Jakarta 22 Juni 1945 yang dihasilkan oleh Tim Sembilan, dan rumusan final yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945.

Secara historis, Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara yang disahkan pada 18 Agustus 1945 adalah hasil dari moderasi aspirasi Islam dan Kebangsaan. Dengan rumusan final Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, Indonesia tidak menjelma sebagai negara Islam, juga bukan negara sekuler, tetapi negara nasionalis-religius.

"Bahwa Pancasila sebagai perjanjian agung tersusun dari lima sila yang memuat nilai-nilai luhur yang saling menjiwai, di mana sila Ketuhanan menjiwai Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial. Kesatuan nilai-nilai Pancasila yang saling menjiwai itu tidak bisa diperas lagi menjadi trisila atau ekasila," ucapnya di Jakarta, Selasa (16/6).

Said Aqil melanjutkan, upaya memeras Pancasila menjadi trisila atau ekasila akan merusak kedudukan Pancasila, baik sebagai Philosophische Grondslag (falsafah dasar) maupun Staatsfundamentalnorm (hukum dasar) yang telah ditetapkan pada 18 Agustus 1945.

"Bahwa Pancasila sebagai Philosophische Grondslag adalah falsafah dasar yang menjadi pedoman untuk mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur dengan tujuan melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia," jelasnya.

"Bahwa setelah mencermati dengan seksama Naskah Akademik dan draft RUU HIP, PBNU menyampaikan penilaian sebagai, Pasal 3 ayat (2), Pasal 6, dan Pasal 7 bertentangan dengan Pancasila sebagai konsensus kebangsaan. Pasal 13, 14, 15, 16, dan 17 mempersempit ruang tafsir yang menjurus pada mono-tafsir Pancasila. Pasal 22 dan turunannya tidak relevan diatur di dalam RUU HIP. Pasal 23 dapat menimbulkan benturan norma agama dan negara. Pasal 34, 35, 37, 38, 41, dan 43 merupakan bentuk tafsir ekspansif Pancasila yang tidak perlu. Pasal 48 ayat (6) dan Pasal 49 dapat menimbulkan konflik kepentingan," ucapnya.

NU memandang bahwa Pancasila merupakan konsensus kebangsaan yang bersifat final. Oleh karena itu Musyawarah Nasional Alim Ulama di Situbondo tahun 1983, dan dikukuhkan dalam Muktamar ke-27 NU di Situbondo tahun 1984, menetapkan hubungan Pancasila dengan Islam.