Kamis,  25 April 2024

Gaikindo Usulkan Pajak Pembelian Mobil Baru Nol Persen, Tapi Ogah Kurangi Profit

RN/NET
Gaikindo Usulkan Pajak Pembelian Mobil Baru Nol Persen, Tapi Ogah Kurangi Profit
-Net

RADAR NONSTOP - Gaikindo mengusulkan pajak pembelian mobil baru nol persen. Wacana ini dimaksudkan untuk menggairahkan kembali industir nasional yang terpuruk dihantam pandemi coronavirus.

Jika terealisasi, kebijakan ini akan berlaku hingga akhir Desember 2020. Dan akan ada dua skenario pemotongan, yaitu:

  • Pemotongan PPN saja hingga nol persen. Berarti, harga mobil baru akan turun hingga 10 persen, ditambah rata-rata beban inflasi sekitar 10 persen. Bila diestimasi harga mobil baru akan sama dengan harga 2019.
  • PPN dan PPnBM menjadi nol persen. Harga kendaraan akan turun sekitar 15 persen dari harga tahun lalu untuk produk yang sama.

Namun pengamat otomotif Nasional, Yannes Martinus Pasaribu melemparkan pandangannya: stimulus pemerintah ini untuk menaikkan daya beli masyarakat strata ekonomi manakah, yang daya belinya bisa terangkat akibat tekanan ekonomi global?

BERITA TERKAIT :
Diberi Penghargaan Oleh Jokowi Soal Perang Lawan Corona, Kini Tidur Dibui Karena Dituduh Korupsi APD 
Rafael Alun Tetap Dibui 14 Tahun, Orang Pajak Yang Tajir Kapan Diusut Lagi Nih?

"Secara hipotetis, dengan menurunkan harga tadi dapat menarik daya beli masyarakat, tentunya Gaikindo sudah ada kajiannya. Dengan mengondisikan pemerintah untuk menghilangkan potensi pendapatan negara dari pajak, artinya hingga akhir tahun ini potensi pemasukan pemerintah dari pajak-pajak terkait kendaraan bermotor menjadi nol persen," ujar Yannes Martinus Pasaribu seperti dilansir laman suara.com

Padahal, sambungnya, pemerintah juga sedang mengalami kesulitan keuangan. Keputusan ini sebenarnya telah menjadi sebuah dilema.

Sebagai gambaran kasar, namun bukan sesuatu yang fixed, biaya produksi (rangkaian dari industri tier 1 sampai tier 4, berikut impor komponen) sebuah kendaraan berkisar antara 30-40 persen dari harga retail ke konsumennya. Biaya marketing, biaya logistik-distribusi hingga margin ke dealer sekitar 10 persen, margin laba perusahaan dan prinsipal berkisar 10-15 persen. Total, secara kasar sekitar 60 persen dari harga retail kendaraan.

"Permasalahannya akan berkembang ke sisi fairness. Jika pemerintah pusat menghilangkan pajaknya, mengapa industri otomotif tidak sekalian mengurangi margin profitnya?" ucap Yannes Martinus Pasaribu.

Selain itu, pemerinah provinsi juga harus melakukan relaksasi BBNKB yang berjumlah sebesar 12,5 persen dan PKB (tahunan) yang berjumlah sekitar 2 persen. Jadi kebijakan ini nantinya bisa lebih fair.

"Jadi situasi ini bisa ditanggung renteng baik oleh pemerintah maupun para pelaku usahanya," pungkas Yannes Martinus Pasaribu.