Rabu,  01 May 2024

Hukuman Mati di Kasus Asabri Bisa Guncang Pasar Modal dan Investasi

RN/NS
Hukuman Mati di Kasus Asabri Bisa Guncang Pasar Modal dan Investasi
Ilustrasi-Net

RN- Pakar Hukum Bisnis Universitas Airlangga Surabaya, Prof. Dr. Budi Kagramanto menganggap tuntutan hukuman mati terhadap Heru Hidayat dalam kasus PT Asabri akan berdampak negatif terhadap perkembangan dan kemajuan industri pasar modal dan investasi di dalam negeri.

“Jika nantinya putusannya hukuman mati atau misalnya penjara seumur hidup sekalipun bagi Heru Hidayat itu tetap berpengaruh terhadap perkembangan dan kemajuan industri pasar modal dan investasi di dalam negeri. Oleh karena itu sejak awal harus benar-benar dikawal penanganan perkaranya di pengadilan negeri oleh tim kuasa hukum Heru Hidayat,” kata Prof Budi kepada wartawan, Rabu (8/12/2021).

Selain itu, menurutnya jika majelis hakim mengabulkan dan Heru Hidayat benar-benar divonis hukuman mati, lalu banding hingga kasasi di tingkat Mahkamah Agung (MA) dan permohonan grasi kepada presiden ditolak, tetap saja akan berpengaruh negatif terhadap pasar modal dan investasi.

BERITA TERKAIT :
Seret Nama Tak Kuat Bukti, Pakar Hukum Sebut Celine Bisa Tuntut Balik Amelia
PT BME Digugat Pailit, Pakar Minta Investor Hati-hati!

“Waduh sejujurnya akan repot sekali, karena bisa berpengaruh terhadap keinginan masyarakat maupun investor yang semakin menurun dan berkurang untuk melakukan penanaman modal di Indonesia nantinya. Makanya jangan sampai hal itu terjadi,” ujar Budi

Selain itu, Prof Budi pun terkejut dengan tuntutan hukuman mati terhadap Heru Hidayat yang berbeda dengan surat dakwaan. “Saya melihat tuntutan hukuman mati oleh jaksa penuntut umum terhadap Heru Hidayat, tapi kok (tuntutannya) berbeda dengan dakwaan jaksa,” ucapnya.

Ia pun mempertanyakan apakah sudah saatnya ketika seorang pengusaha yang diduga melakukan tindak pidana korupsi dijatuhi hukuman mati? Menurutnya, hal ini belum pernah ada, kecuali pada kasus narkoba atau terorisme yang pelakunya dijatuhi hukuman mati.

Menurutnya, jika kasus tersebut dibandingkan dengan mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara yang notabene adalah pejabat tinggi yang telah disumpah, namun melakukan korupsi di tengah pandemi Covid-19 saat kondisi perekonomian negara dan rakyat sedang kacau serta krisis, sangatlah berbeda jauh. Juliari sebelumnya hanya dituntut 11 tahun penjara oleh jaksa, kemudian divonis penjara 12 tahun oleh majelis hakim.

Prof Budi menyebut bahwa bentuk kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime di Indonesia itu antara lain adalah terorisme, narkoba, kemudian korupsi. Tetapi, menurutnya, kalau tindak pidana korupsi di bidang asuransi dan pasar modal seperti kasus Heru Hidayat ini, dimanapun belum pernah ada yang dijatuhi hukuman mati.

“Hanya saja dikhawatirkan jika memang itu nanti betul-betul keputusan Mahkamah Agung menyatakan Heru Hidayat terbukti bersalah dalam tindak pidana pasar modal, jelas akan mempengaruhi perekonomian nasional apalagi jika dijatuhkan hukuman mati. Wahh itu sangat berat dan sangat riskan bagi perekonomian dan perkembangan investasi di Indonesia,” kata Prof Budi.

Selain itu, para investor luar negeri dan dalam negeri yang mau menanamkan modalnya di Indonesia, mereka menjadi khawatir. Namun, Prof Budi menyebut bukan berarti jika mereka melakukan tindak pidana korupsi ekonomi dibiarkan saja, tetap harus ada proses hukum yang berlaku.

“Namun apabila dijatuhkan sanksi hukuman mati ya pengaruhnya besar. İndonesia saat ini masih membutuhkan investasi besar bagi kelanjutan pembangunan ekonomi dan infrastruktur dengan mengundang investor pasar modal, baik luar negeri maupun dalam negeri,” tuturnya.

“Investor pasti was-was, bisa jadi ada yang membatalkan rencana untuk investasinya, bahkan berpengaruh bagi investor yang sudah terlanjur menanamkan modalnya di Indonesia. Jadi pengaruhnya bergulir sampai situ.
Lebih lanjut ia mengatakan investor dan para emiten di pasar modal pasti akan berpikir dua kali jika ingin melakukan kerja sama atau bermitra dengan Perusahaan BUMN lainnya.

“Yang dikhawatirkan adalah dampaknya kepada para investor atau emiten. Mereka bisa membatalkan atau menolak jika bersinggungan atau berurusan dengan perusahaan BUMN pada umumnya bukan hanya dengan perusahaan asuransi saja. Jelas berpengaruh bagi BUMN lain, ketika mereka harus bermitra dengan emiten di pasar modal, mereka akan khawatir,” ucap Budi.

Karena menurutnya ini adalah pertama kali kasus BUMN asuransi dengan emiten di pasar modal yang ancaman hukumannya atau tuntutan hukumannya sampai seumur hidup bahkan hukuman mati. “Tapi imbasnya, ada kekhawatiran bagi BUMN lain ketika mereka harus berurusan atau membeli saham saham dari perusahaan emiten di pasar modal,” ungkapnya.

Dirinya pun heran dan mempertanyakan apakah kasus tersebut merupakan gagal bayar atau murni kerugian negara. “Kalau asuransi Jiwasraya-Asabri itu BUMN yang pemegang sahamnya pemerintah, tapi kan premi yang harus dibayar sebetulnya berasal dari para nasabah,” kata Prof Budi.