Rabu,  01 May 2024

Pembacaan Replik, Pra Peradilan Penetapan Tersangka Kembali di Gelar PN Tangerang

BCR
Pembacaan Replik, Pra Peradilan Penetapan Tersangka Kembali di Gelar PN Tangerang
Ist

RN- Sidang Praperadilan atas penetapan tersangka yang diduga tidak sah oleh Polresta Tangerang, kembali di gelar di PN Tangerang, Selasa (22/12/2021) dengan agenda pembacaan replik pemohon.

Dalam pembacaan replik, kuasa hukum pemohon, Alfan Sari, SH, MH  menyampaikan dari jawaban termohon ada pengakuan secara implisit bahwa Termohon tahu adanya pasal 109 KUHAP mengenai kewajiban untuk memberikan SPDP dalam 7 hari karena merupakan hak konstitusi dan HAM dari Para Terlapor, namun tidak diberikan karena oknum Penyidik merasa tidak ada sanksi dan akibat hukumnya. 

Alfan mengatakan bahwa Jawaban Bidkum Polda Banten memperkuat dalil Pemohon bahwa ada itikat tidak baik, atau Lack of Good Faith dari Penyidik Polresta Tangerang,

BERITA TERKAIT :
KPK Lelet, Eks Wamenkumham Masih Hidup Bebas, Isu Intervensi Mencuat 
Bomber Klub Liga Inggris Ini Main di Film Deadpool?

“ Saya menyayangkan tindakan dan niat ini, apakah harus ada sanksi dulu baru pihak kepolisian akan mengikuti aturan hukum acara pidana/ hukum formiil? “ ucap Alfan.

Ia berharap DPR RI merevisi Undang-Undang agar pelanggaran pelaksanaan hukum pidana oleh aparat penegak hukum agar ada sanksinya supaya bisa ditaati oleh aparat penegak hukum yang menegakan proses hukum. 

“ Tidak boleh ada pro justitia dilakukan dengan cara melawan hukum/HAM. Disiniliah ditetapkan di pasal 28D ayat 1 tentang kepastian hukum yang adil,” ungkap Alfan.

Alfan juga menyesalkan banyak anggota Polresta Tangerang dan Polda Banten dikerahkan ke PN Tangerang untuk penghadiri pesidangan teraebut. 

" Ada informasi yang kami terima bahwa terlapor mau meminta audensi dengan Ketua Pengadilan Negeri Tangerang, tutupnya.

Menanggapi hal itu, Kabid Humas LQ Indonesia Lawfirm Sugi menyayangkan kalau ada sikap kurang baik tersebut.

"Jika benar para Oknum Polri melabrak PN Tangerang dan meminta audiensi ke ketua PN maka jelas melanggar etika dengan memberikan tekanan serta Intimidasi ke Ketua PN dan Hakim Tunggal dapat dianggap melecehkan pengadilan.