Jumat,  03 October 2025

Bongkar Pungutan Wajib Berkedok Amal untuk PMI DKI, Bang Beky Ini Memalukan

RN/CR
Bongkar Pungutan Wajib Berkedok Amal untuk PMI DKI, Bang Beky Ini Memalukan
Beky Mardani Jadi Ketua PMI DKI Periode 2025-2030 -Net

RN – Ketua Umum Rekan Indonesia, Agung Nugroho, melontarkan kritik pedas terhadap praktik Bulan Dana PMI di Jakarta yang dinilainya sarat pemaksaan.

Ia menegaskan, donasi kemanusiaan seharusnya murni bersifat sukarela, bukan instruksi yang dipatok dengan angka tertentu.

“Ini sudah menyimpang jauh. Donasi kok jadi iuran wajib? Itu bukan amal, itu pemalakan berkedok kemanusiaan. Dan ini sangat memalukan!” tegas Agung, Jumat (3/10/2025).

BERITA TERKAIT :
Warga Ungkap Lebih Senang Sumbang Uang Ke BAZIS Daripada Harus Bayar Iuran PMI?

Agung mengungkapkan, pola pemaksaan terjadi di berbagai lini. Di sekolah - sekolah, siswa diwajibkan menyetor uang lewat aturan sekolah.

Di lingkungan warga, RT/RW ditekan oleh kelurahan untuk mengumpulkan dana, bahkan terpaksa menggunakan uang operasional RT kalau warganya tidak sanggup. Dan yang terbaru, pekerja PJLP (Penyedia Jasa Lainnya Perorangan) pun dipatok iuran sesuai jabatan.

Bukti pungutan itu muncul dari percakapan grup WhatsApp PJLP Duren Sawit, Jakarta Timur. 

Dalam pesan yang beredar, seorang pejabat lapangan secara terang menyampaikan instruksi Sudin LH agar semua PJLP diwajibkan menyumbang Bulan Dana PMI. 

Lebih ironis lagi, nominalnya sudah ditentukan: Rp55.000 untuk kru 3R/CS, Rp60.000 untuk sopir lintas, Rp70.000 untuk sopir truk besar, Rp75.000 untuk montir, hingga Rp105.000 untuk operator alat berat.

Dari 1.357 PJLP di Jakarta Timur, terkumpul dana fantastis sebesar Rp82.930.000. Angka itu menunjukkan pungutan dilakukan secara sistematis, bukan lagi urusan sukarela.

Kekecewaan para PJLP pun tak terbendung. Salah satu dari mereka menulis getir di grup WA: “Naik ya iurannya pak kasan… Di Timur doank ini kaya gini.” Ungkapan sederhana itu menggambarkan rasa tertekan pekerja lapangan yang dipaksa menyetor tanpa pilihan.

“Bulan Dana PMI seharusnya menjadi momentum solidaritas kemanusiaan, lahir dari keikhlasan. Tapi kalau dijalankan dengan cara paksa, rakyat kecil justru jadi korban. Apa pantas atas nama kemanusiaan, tapi rakyat diperas dengan instruksi?” seru Agung.

Ia memperingatkan, praktik seperti ini hanya akan merusak citra PMI sebagai lembaga kemanusiaan. “PMI itu seharusnya lembaga yang datang membawa pertolongan saat bencana. Tapi kalau cara-caranya begini, rakyat akan melihat PMI sebagai tukang tagih iuran. Kepercayaan publik bisa hancur,” ujarnya.

Karena itu, Agung mendesak Gubernur DKI Jakarta segera menghentikan segala bentuk pemaksaan berkedok donasi.

“Kalau Gubernur diam, artinya Pemprov ikut membiarkan rakyat dipalak. Donasi hanya bernilai kalau lahir dari hati, bukan dari ketakutan dan tekanan. Saya minta praktik memalukan ini segera diakhiri!” tutup Agung Nugroho.