RN - Komisi C DPRD DKI Jakarta kunjungan kerja ke RW 07, Kelurahan Tugu Selatan, Jakarta Utara, Senin (10/11). Melihat langsung inovasi warga mengelola sampah organik menjadi pakan maggot yang bernilai ekonomis.
Hadir di lokasi, Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta Dimaz Raditya bersama Anggota Komisi C Josephine Simanjuntak, August Hamonangan, Lazarus Simon Ishak, Ismail, Tri Waluyo, dan Gias Kumari Putra.
Para legislator itu meninjau proses pencacahan sampah organik hingga pembiakan maggot di Bank Sampah Bina Sirkular Nusantara, Kampung Pancasila, Tugu Selatan.
BERITA TERKAIT :Semangat Kepahlawanan Jadi Teladan Membangun Jakarta
Ketua Komisi C Dimaz Raditya mengatakan, kunjungan itu menjadi bentuk apresiasi terhadap kreativitas warga. Mengubah sampah menjadi sumber ekonomis.
“Sampah yang tadinya dibuang kini bisa diolah menjadi pakan maggot dan memberi nilai tambah bagi warga,” ujar Dimaz.
Ia menilai, program berbasis masyarakat seperti itu sejalan dengan upaya Pemprov DKI Jakarta untuk membangun kesadaran pengelolaan sampah dari sumber.
“Inisiatif warga RW 07 bisa menjadi model pengelolaan mandiri yang patut diperluas ke wilayah lain,” terang Dimaz.
Ketua RW 07 Tugu Selatan Suaib Sulaiman menjelaskan, program pengelolaan sampah organik berbasis maggot itu sudah berjalan lebih dari satu tahun. Bermula dari keinginan warga mengatasi persoalan sampah secara mandiri.
“Kami buktikan bahwa masyarakat bisa mandiri dan hasilnya nyata,” ungkap Suaib.
Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta Dimaz Raditya menilai, pengelolaan sampah organik berbasis budidaya maggot merupakan langkah efektif mengurangi beban pengiriman sampah Jakarta ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi.
Setiap tahun, ungkap Dimaz, Pemprov DKI mengeluarkan sekitar Rp300-an miliar untuk biaya kompensasi kerja sama dengan Pemerintah Kota Bekasi atas pembuangan 7.000 hingga 8.000 ton sampah per hari.
Menurut dia, pengiriman sampah ke Bekasi bisa berkurang bila seluruh wilayah Jakarta menerapkan pengelolaan sampah organik berbasis budidaya maggot.
Satu titik pengelolaan berbasis maggot, ungkap Dimaz, mampu mengolah 30 hingga 50 ton sampah per hari. Bahkan bisa melayani wilayah sekitarnya.
“Artinya, pengolahan sampah dari sumber bisa membantu mengurangi tekanan volume sampah di tingkat kota,” tandas Dimaz.
Ia menambahkan, inisiatif warga dalam pengolahan maggot juga membuka peluang kerja baru di lingkungan masyarakat.
“Budidaya maggot bukan hanya menjaga kebersihan, tapi juga menyerap tenaga kerja lokal dan menciptakan sumber pendapatan baru,” kata Dimaz.
Sementara itu, Ketua RW 07 Tugu Selatan Suaib Sulaiman menuturkan, kapasitas pengolahan sampah organik di wilayahnya saat ini mencapai 15 ton per hari.
Potensinya, meningkatkan olahan hingga 50 ton. Terutama jika proses pemilahan dari rumah tangga berjalan optimal.
“Kalau semua kelurahan bisa mengelola seperti ini, persoalan sampah organik di Jakarta sebenarnya bisa selesai,” tukas Suaib. (ADV)