RN – Deklarasi damai yang sebelumnya dielu-elukan Presiden AS Donald Trump sebagai kemenangan diplomatik di Asia Tenggara mendadak hancur berantakan. Alih-alih mereda, Thailand dan Kamboja justru kembali terlibat baku tembak di wilayah perbatasan hanya beberapa hari setelah kesepakatan perdamaian diumumkan. Bentrokan kilat itu menelan korban jiwa dan langsung memicu kekacauan narasi dari kedua pihak.
Insiden terjadi dua hari setelah Thailand secara resmi menangguhkan perjanjian damai yang didorong langsung oleh Washington. Penangguhan itu dipicu ledakan ranjau yang melukai empat prajurit Thailand di Provinsi Sisaket. Bangkok menuduh Kamboja menanam ranjau baru, tuduhan yang langsung dibantah keras oleh Phnom Penh.
Situasi makin memanas ketika Kementerian Pertahanan Kamboja menyebut tentara Thailand menembaki warga sipil di desa perbatasan Banteay Meanchey. Satu orang tewas, tiga lainnya luka-luka.
BERITA TERKAIT :Kiper Thailand Ingin Habisi Skuad Garuda di SEA Games
“Pasukan Thailand melepaskan tembakan pada pukul 15.50, lalu menyerang lagi dua jam kemudian,” ujar juru bicara Letjen Maly Socheata sembari menuduh Thailand sengaja memprovokasi konflik dalam beberapa hari terakhir.
Namun militer Thailand tidak tinggal diam. Mereka membalikkan tuduhan dan menyebut justru pasukan Kamboja yang pertama kali menembakkan peluru ke wilayah Thailand di Sa Kaeo.
“Prajurit kami hanya berlindung dan membalas dengan tembakan peringatan sesuai aturan baku,” tegas Mayjen Winthai Suwaree. Ia memastikan tidak ada korban jiwa dari pihak Thailand dan baku tembak berlangsung sekitar 10 menit.
Bentrok memalukan ini memperlihatkan betapa rapuhnya deklarasi damai yang ditandatangani di Kuala Lumpur pada akhir Oktober, upacara megah yang turut dihadiri Trump dan PM Malaysia Anwar Ibrahim. Kesepakatan itu sejatinya berisi komitmen meredakan konflik, menarik senjata berat, dan membersihkan ranjau di perbatasan. Kini, seluruh janji itu tampak runtuh hanya dalam hitungan hari.
PM Kamboja Hun Manet langsung mengutuk insiden tersebut sebagai pelanggaran berat hukum internasional.
“Saya mendesak Thailand menghentikan serangan terhadap warga sipil kami,” tegasnya sambil meminta penyelidikan independen.
Konflik panas ini hanyalah babak terbaru dari perselisihan puluhan tahun terkait peta peninggalan kolonial Prancis yang hingga kini ditolak Thailand. Pertempuran besar terakhir pada Juli bahkan menewaskan puluhan orang dan memaksa lebih dari 200 ribu warga mengungsi.
Bagi Trump, insiden ini menjadi pukulan telak. Sebelumnya ia memuji gencatan senjata itu sebagai bukti ketokohannya membawa perdamaian global, bahkan sempat diusulkan meraih Nobel Perdamaian. Kini, deklarasi damai yang ia banggakan berubah menjadi bahan olok-olok dunia internasional.