Minggu,  16 November 2025

MBG Diklaim Dongkrak Ekonomi, Fakta atau Hanya Gimmick?

M. RA
MBG Diklaim Dongkrak Ekonomi, Fakta atau Hanya Gimmick?
Makan Bergizi Gratis.

RN –  Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali jadi sorotan, bukan karena makanannya, tetapi karena klaim ekonominya yang disebut-sebut mengguncang perekonomian daerah. Publik selama ini hanya melihat MBG sebagai proyek sosial pemerintah. Namun di balik sepiring menu sekolah, terselip narasi besar yang digadang-gadang mampu menggerakkan ekonomi hingga ratusan triliun rupiah.

Ekonom dan mantan Direktur Program MM FEB UI, Harryadin Mahardika, menyebut MBG bukan semata-mata pemberian nutrisi, melainkan proyek raksasa yang didesain menciptakan multiplier effect di akar rumput. Menurutnya, dengan alokasi anggaran sekitar Rp300 triliun per tahun, dampaknya bisa melonjak tiga kali lipat, mencapai Rp900 triliun. Angka yang fantastis, dan tentu saja langsung memancing perdebatan.

“MBG itu bukan sekadar memberi nutrisi. Hal yang lebih esensial lagi adalah perputaran ekonomi langsung ke sektor riil, ke desa-desa,’’ ujar Harryadin, Sabtu (15/11).

BERITA TERKAIT :
Klaim Dongkrak Ekonomi, DPRD DKI Minta Aturan Zonasi Tanah Wakaf Dilonggarkan

Ia menegaskan, dampak pertama program ini adalah serapan tenaga kerja yang besar. Dari 22.000 dapur SPPG yang beroperasi, masing-masing mempekerjakan lebih dari 30 orang. Jika ditotal, lebih dari 600.000 pekerja terserap, angka yang terdengar sangat indah, meski banyak pengamat mempertanyakan apakah data tersebut sudah terverifikasi di lapangan.

Di beberapa daerah, pegawai SPPG disebut diupah sedikit di atas UMR, didominasi oleh warga lokal, terutama para ibu rumah tangga. Kenaikan daya beli lokal pun dipromosikan sebagai bukti keberhasilan MBG, meski para kritikus menilai bahwa gaji harian yang tidak stabil dan bergantung pada anggaran pemerintah justru menyimpan risiko jangka panjang.

Selain mengklaim menciptakan lapangan kerja, program ini juga disebut sebagai angin segar bagi petani dan peternak lokal. SPPG diarahkan membeli bahan baku langsung dari produsen wilayah sekitar, memotong rantai tengkulak. Konsep ini ideal secara teori, namun para pengamat mempertanyakan apakah distribusi benar-benar merata atau hanya menguntungkan kelompok tertentu yang dekat dengan sistem.

Harryadin memberi contoh, satu SPPG yang mengelola Rp10.000 per 3.000 porsi per hari menciptakan perputaran ekonomi lokal hingga Rp30 juta per hari. Klaim ini mengundang banyak tanda tanya, terutama terkait konsistensi data dan pengawasan anggaran.

Dampak tak langsung MBG juga diagungkan, mulai dari orang tua yang kini bisa mengalihkan uang jajan anak ke pos lain, bengkel mobil lokal yang kebagian rezeki karena perawatan mobil pengangkut bahan makanan, hingga usaha servis elektronik yang ikut hidup karena perawatan peralatan dapur. Bahkan limbah makanan pun disebut bisa diolah menjadi pakan ternak dan kompos.

Tak berhenti di situ, target pembangunan 30.000 dapur SPPG disebut akan menyerap industri konstruksi. Lagi-lagi, sebuah klaim yang tampak manis, namun tanpa detail transparansi soal tender, pelaksana proyek, hingga siapa yang paling diuntungkan dari pembangunan massal tersebut.

Secara makro, Harryadin memprediksi MBG mampu menambah 0,15 persen –0,20 persen pada pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan pertumbuhan kuartal III di angka 5,04 persen, ia optimistis Indonesia bisa mencapai 5,1 persen – 5,2 persen jika efek MBG bekerja maksimal.

Namun, para pengkritik justru bertanya, Di mana pengawasan realnya? Siapa yang memastikan angka-angka ini bukan sekadar narasi politis? Benarkah seluruh lapisan masyarakat merasakan manfaat, atau hanya segelintir pihak yang memegang kendali distribusi?

Di tengah klaim bombastis, publik diingatkan untuk tetap waspada. Program besar bukan hanya soal angka dan narasi manis, tetapi juga transparansi, efisiensi, dan keberlanjutan. Karena pada akhirnya, tidak ada multiplier effect yang benar-benar bekerja jika data tidak jujur, pengawasan tidak ketat, dan manfaat tidak benar-benar sampai ke masyarakat paling bawah.

 

#   #Mbg   #Dongkrak   #Ekonomi   #