RN – Laporan terbaru PBB kembali menampar realitas keras yang selama ini kerap diabaikan pemerintah: Jakarta menjadi ibu kota terpadat di dunia dengan 42 juta jiwa, melampaui Dhaka dan Tokyo. Angka ini dirilis Minggu (23/11), menguatkan kekhawatiran bahwa krisis kepadatan ibu kota semakin di luar kendali.
Laporan World Urbanization Prospects 2025 dari Departemen Ekonomi dan Sosial PBB mengungkap betapa cepatnya dunia bergerak menuju urbanisasi ekstrem. Kini, 45 persen dari 8,2 miliar populasi dunia menumpuk di perkotaan, padahal pada 1950 jumlahnya hanya 20 persen dari 2,5 miliar. Tren ini terus menanjak; pada 2050, dua pertiga pertumbuhan penduduk global diprediksi akan terkonsentrasi di kota-kota besar.
Fenomena megacity pun melonjak drastis. Pada 1975, hanya ada delapan kota dengan penduduk lebih dari 10 juta jiwa. Pada 2025, jumlah itu melejit menjadi 33, dan 19 di antaranya berada di Asia, menunjukkan betapa kawasan ini memikul beban urbanisasi paling berat.
BERITA TERKAIT :Perundungan Naik, Jakarta Selatan Sibuk Sosialisasi
Di tengah lonjakan tersebut, Jakarta kini berada di posisi puncak sebagai kota paling padat di planet ini. Dhaka menempel ketat dengan hampir 40 juta jiwa, sementara Tokyo berada di posisi ketiga dengan 33 juta.
Ironisnya, Indonesia sendiri kini berpenduduk 286 juta jiwa dan menjadi negara dengan populasi terbesar keempat di dunia, namun belum tampak solusi jangka panjang terhadap tekanan demografis di pusat kekuatan ekonominya.
Kondisi ini semakin kontras ketika mengingat bahwa pemerintah Indonesia sudah sejak 2019 mengumumkan pemindahan ibu kota ke Nusantara (IKN) — proyek raksasa senilai USD 32 miliar atau sekitar Rp 534 triliun. Semula dijanjikan rampung pada 2024, rencana tersebut kini bergeser lagi: IKN ditargetkan menjadi ibu kota politik baru pada 2028.
Sementara itu, Jakarta yang menanggung beban penduduk raksasa tampak dibiarkan bergulat sendiri dengan realitas sebagai megacity paling sesak di dunia.
Kritiknya sederhana namun menohok: Bisakah Indonesia mengelola masa depan kotanya ketika kota yang ada saat ini saja sudah kewalahan?