Kamis,  25 April 2024

SETARA: Bawaslu Awasi Dong!

Mafia C1 Caleg Gentayangan di Dapil III Banten?

RN/CR
Mafia C1 Caleg Gentayangan di Dapil III Banten?
Ilustrasi -Net

RADAR NONSTOP - SETARA Institute meminta Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) mengawasi secara ketat dapil III Banten. Soalnya, di dapil ini mafia C1 untuk penggelembungan suara Caleg gentayangan.

Direktur Eksekutif SETARA Institute Ismail Hasani, pihaknya telah melakukan pemantauan di daerah pemilihan di dapil III Banten.

"Diduga dengan menggunakan tangan-tangan penyelenggara pemilu pada setiap tingkatan," katanya melalui keterangan tertulis yang diperoleh radarnonstop.co, Selasa (23/4/2019).

BERITA TERKAIT :
Wow, Bikin Konten Hoax Kini Jadi Ladang Bisnis Menggiurkan
Pencalonan Gibran Digugat Di MK, Bos Bawaslu Pasang Badan?

Ismail menyebut, beberapa temuan menunjukkan berbagai modus kecurangan dilakukan untuk melipatgandakan suara oleh para caleg yang jelas melawan hukum. Selain itu, tindakan tersebut nyaris tanpa teguran dari para pengawas maupun penyelenggara pemilu pada level yang lebih tinggi.

Beberapa temuan tersebut dipaparkan Ismail antara lain, perintah memasang C-1 di setiap kelurahan terjadi setelah tiga hari dari waktu pemungutan suara. Itupun tidak dipasang semua sesuai jumlah TPS, hanya ditujukan untuk menggugurkan printah UU dan PKPU.

Kemudian, C-1 yang dipajang di kelurahan diduga kuat telah dipoles dan diubah angka-angka perolehan suaranya secara melawan hukum. Lalu ada dugaan penjualan C-1 pada calon-calon tertentu dan menghambat calon lain memperoleh C-1.

("Dugaan penguasaan saksi-saksi khususnya di internal partai oleh calon-calon tertentu, sehingga saksi lain tidak bisa masuk. Padahal perintah UU, rekapitulasi dilakuan secara terbuka dan  C-1 TPS yang dibiarkan kosong meskipun seluruh saksi TPS menandatanganinya. Situasi ini memungkinkan perubahan angka-angka perolehan suara saat rekapitulasi di TPS," ucapnya.

Kemudian dari seluruh partai politik yang ikut pemilu, hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang tertib mengumpulkan C-1 dari setiap TPS dan tekun mengikuti rekapitulasi suara di tingkat kecamatan. Sementara 13 partai lainnya tidak mengirimkan saksi dan jikapun mengirimkan saksi hanya bersikap pasif, yang bertugas mengafirmasi dugaan persekongkolan para ‘mafia suara pileg’.

Oleh karena beberapa temuan itu, Ismail menilai, tanpa pengawalan yang ketat oleh masing-masing partai dan pemantau, serta sikap permisif warga atas dugaan kecurangan pemilu, praktik semacam ini dianggap biasa.

"Pemilu legislatif hanya menjadi rutinitas ritual demokrasi yang mengingkari suara rakyat. Calon-calon terpilih adalah pilihan para ‘mafia suara’ yang diduga beroperasi secara terstruktur, sistematis, dan massif," ucapnya.

Demi mencegah praktik mafia suara pileg tersebut, SETARA Institute kemudian mendorong lembaga penyelenggara Pemilu 2019 seperti Bawaslu dan KPU memberikan perhatian khusus pada wilayah-wilayah dengan tingkat kerentanan tinggi. Pun dengan dugaan aliran-aliran uang yang dioperasikan oleh calon dan partai tertentu.