Sabtu,  20 April 2024

Penetapan Hasil Rekapitulasi Dini Hari

Pengamat: KPU Jangan Ciptakan Opini Liar

NS/RN
Pengamat: KPU Jangan Ciptakan Opini Liar
Ilustrasi-NET

RADAR NONSTOP-Pengumuman KPU terkait hasil perolehan suara final pemilihan capres-cawapres Indonesia 2019-2024 pada tanggal 21 Mei 2019, dinilai beberapa kalangan diluar dari kewajaran.

Pasalnya pengumuman penting itu dilakukan pada pukul 02.00 wib dini hari, dimana mayoritas masyarakat indonesia sedang beristirahat dan diluar jam kerja.

KPU mengumumkan Jumlah perolehan suara Jokowi-Ma'ruf sebanyak 85.607.362 atau 55,50 persen suara, sedangkan perolehan suara Prabowo-Sandi sebanyak 68.650.239 atau 44,50 persen suara. Selisih suara kedua pasangan 16.957.123 atau 11 persen suara.

BERITA TERKAIT :
Hasyim Asy'ari Kena Masalah Asusila Lagi, Korbannya Anggota PPLN, Apakah Ketua KPU Selamat Dari DKPP?
Ogah Komentari Keputusan MK, JARI’98: Mampukah Prabowo-Gibran Bertahan Minimal 5 Bulan Pasca Dilantik?

Namun hingga tanggal 24 Mei 2019, pukul 09.30 Wib dini hari, website situng KPU baru menyelesaikan rekapitulasi di 770.715 TPS yaitu sekitar 94,75% TPS dari jumlah keseluruhan 813.350 TPS se-Indonesia.

Hal ini menimbulkan kejanggalan dan persepsi berbeda di masyarakat. Di satu sisi KPU telah mengumumkan hasil final pilpres 2019, namun disisi lain website resmi KPU masih melakukan rekapitulasi dan belum selesai.

Menanggapi hal ini, pengamat politik dari universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang, Adib Miftahul mengatakan bahwa ketidaksingkronan (Situng dan Rekap Manual) didalam institusi KPU menyebabkan opini publik menjadi liar, apalagi dalam kondisi suasana politik yang makin memanas ini.

Hal ini juga dinilai telah memperkeruh suasana, seolah-olah ada sesuatu yang terjadi dalam tubuh KPU. Sehingga membuat ribuan massa berkumpul untuk berunjuk rasa di Bawaslu pada 21 dan 22 Mei kemarin.

"Pengumuman KPU itu tidak singkron dengan proses website situng KPU. Walaupun KPU telah menjelaskan bahwa hasil yang menjadi patokan adalah rekapitulasi manual, namun perbedaan mekanisme yang dibiarkan terus ini, telah membentuk opini publik menjadi liar." Ujar dosen FISIP ini.

Dengan kondisi opini liar tersebut, masyarakat menduga ada kecurangan yang salah-satunya terjadi pada situng KPU, sehingga membuat sekelompok masyarakat merasa tidak puas. Hal ini menjadi stigma tersendiri di publik, apalagi keputusan Bawaslu telah meminta agar KPU melakukan perbaikan pada sistem situng KPU.

"Ini bagi masyarakat khususnya pendukung paslon 02 menjadi penguat dugaan adanya kecurangan. Saya kira KPU perlu mengambil langkah tepat sebagai penyejuk, ditengah situasi politik yang kian memanas ini" pungkas Adib

Adib mengatakan bahwa opini liar ini menjadi semakin kuat dengan belum dituntaskannya persoalan DPT yang diduga bermasalah, sementara pemilu sudah selesai.

"Saya kira KPU harus koreksi diri, banyak hal yang belum dituntaskan secara final, namun dijalankan terus, salah satunya tentang dugaan adanya DPT bermasalah, penyebab meninggalnya ratusan pengurus KPPS, ditambah lagi dengan pengumuman hasil akhir pada dini hari dikala proses situng belum selesai. Ini yang memperkuat opini liar dimasyarakat." tutur Adib.

Selanjutnya Adib menyarankan agar KPU dapat mengelar konfrensi pers secara terbuka, untuk menjelaskan poin-poin yang selama ini masih menjadi PR.

"Saya sarankan agar KPU memberikan keterangan publik secara terbuka dan seluas-luasnya tentang poin-poin yang sampai saat ini masih menjadi PR mereka. Keterbukaan informasi publik dari KPU ini perlu untuk meluruskan opini yang terbentuk saat ini" tutup Adib.